TeknoLimit.Id – Juara dunia 2 kali itu tak segan menyebut bahwa kecelakaan sebagai faktor utama dia mengalami perubahan drastis secara teknik yang membuat mentalnya jatuh.
Kecelakaan yang terjadi pada Januari 2020 usai Momota menjuarai Malaysia Masters tersebut menjadi awal mula bencana dan nestapa yang dirasakan pemain kidal 29 tahun tersebut.
Momota memang selamat dan awalnya hanya mengalami lecet.
Tetapi setelah beberapa pekan, dia mulai merasakan keanehan pada pandangan dan hasil pemeriksaan lebih lanjut memastikan adanya cedera pada orbital mata kanannya.
Retak pada bagian bawah mata tersebut membuat Momota sempat mengalami double vision alias pandangan berbayang yang menyulitkan dia fokus untuk memukul shuttlecock.
Setelah menjalani operasi, tidak lantas segalanya mudah bagi Momota.
Sebab dia merasakan betul ada perubahan drastis dari kondisi fisiknya setelah kecelakaan tersebut. Bahkan untuk berlatih rutin pun dia merasa mudah lelah.
Soal gameplay di lapangan, Momota merasa permainan dia sudah tidak bisa seperti dulu. Dan itu sangat sulit secara mental.
“Saya tidak dapat menggerakkan tubuh saya sebanyak yang saya inginkan, dan saya merasa sangat lelah bahkan saat latihan rutin, bahkan meskipun aku tidak akan merasa lelah sebelumnya.”
“Dan… di tengah semua ini, saya mencoba yang terbaik, namun saya merasa sudah sulit berada pada level di mana saya bisa bersaing dengan pemain top dunia,” tandasnya.
Selama ini Momota berusaha bertahan karena dukungan orang-orang terdekat dan penggemarnya.
“Bagian tersulit bagi saya adalah melihat perbedaan antara permainan yang saya impikan dan apa yang dapat saya lakukan sekarang, namun berkat dukungan dan pesan dari banyak orang, saya rasa saya dapat terus maju bahkan ketika saya merasa ingin menyerah,” kata mantan tunggal putra nomor satu dunia itu.
“Namun, menurut saya. alasan utama saya bisa terus bermain bulu tangkis adalah karena saya menyukai bulu tangkis.”
Meski semua berubah semenejak kecelakaan tragis tersebut, Momota enggan menyalahkan takdir.
Meski, dia tidak menampil bahwa dia sempat bertanya-tanya mengapa hal itu menimpanya.
“Di awal setelah kecelakaan, bohong kalau saya bilang kalau saya tidak bertanya-tanya kenapa saya seperti ini,” ucap Momota.
“Dan sejujurnya, itu sangat melelahkan dan menyakitkan, tapi saya tidak menyalahkan kecelakaan itu. Saya tidak mau. Saya bahkan ingin menolaknya. Saya juga berpikir berkat dukungan kuat dari orang-orang di sekitar saya, saya agak bisa bertahan,” lanjutnya.
Mengenai impian terakhirnya untuk ke Olimpiade Paris yang harus berakhir miris, Momota juga mengungkap bahwa sejayinya memang ada banyak ujian yang menimpanya sejak kualifikasi dimulai.
Termasuk ketika dua rival sekaligus kompatriotnya yakni Kodai Naraoka dan Kenta Nishimoto meningkat, Momota justru dihantam cedera punggung.
“Sejak awal, ketika Naraoka dan Nishimoto sedang mengumpulkan poin, saya mengalami cedera punggung dan hal-hal seperti itu, jadi saya berada dalam situasi yang sangat sulit sejak awal,” jelas Momota.
“Tetapi selama saya diizinkan untuk berpartisipasi di setiap pertandingan, saya berusaha melakukannya. Saya ingin memberikan segalanya, dan saya sangat kecewa karena tidak membuahkan hasil, tapi saya tidak menyesal.”
“Saya berharap keduanya yang dapat berpartisipasi Olimpiade, dan dapat melakukan yang terbaik,” demikian pesan tulus Momota untuk dua rekannya.
Kento Momota akan menjalani pertandingan terakhirnya bersama timnas Jepang pada ajang Thomas Cup 2024, 27 April – 5 Mei mendatang.
Sampai saat ini Momota masih menjadi satu-satunya pebulu tangkis yang berhasil mengukir rekor fantastis dengan raihan 11 gelar juara dalam satu musim kompetisi pada 2019 dan masuk pada buku Rekor Dunia.